RSS

Ibu, saya sudah besar



Ketika akan mendaftarakan si mas ke sekolah playgroup, saya sempat ragu. Seribu pertanyaan berhamburan di otakku berputar- putar. Apa mas bisa? Apa mas mampu? Rewel ga ya? Pipis di sekolah ga ya? Nakal ga ya?....ahhhh banyak banget!kira kira ada hampir 3 bulan saya harus menemani mas di dalam kelas. Kalo saya keluar kelas, mas pasti membuntuti. Istilahnya saya harus sekolah lagi. Belum lagi kalo bu guru ngajak nyanyi, mas cuman diem aja mendengarkan. Entahlah dia sedang mencoba menghafal lirik lagu atau terlalu malu untuk ikut bernyanyi. Anehnya ketika pulang sekolah maka si mas akan menyanyikan lagu itu dan tidak ada satupun kata yang terlewatkan.
Waktu itu mas berusia 3,5 th sedangkan adek 2,5 tahun. Jadi kalo tiap pagi nungguin mas sekolah, adek pasti ikutan. Ikutan rusuh maksudnya. Tak jarang saya harus keluar masuk kelas gara – gara si mas minta ditemenin di kelas tapi si adek minta maen di luar. Cerita mas di hari pertamanya sekolah berulang ke adek. Umur adek genap 3 th waktu saya daftarkan ke playgroup yang sama dengan mas. Ceritanya tidak jauh berbeda. Bahkan adek lebih parah, hampir selama 1 th di playgroup adek tidak pernah mau di tinggal. Saya selalu menemaninya baik di dalam kelas atau di luar kelas. Belum lagi kalo ada urusan tambahan “mogok”.
Kata orang anak – anakku mewarisi sifatku masa kecil dulu, pemalu akut! Bapak saya bahkan harus menyiapkan hadiah khusus yang dititipkan ke ibu guru untukku, karena saya akan menangis seharian di rumah karena ga kebagian hadiah di sekolah. Yah gimana mau dapat hadiah lha maju kedepan nyanyi, nari atau baca puisi aja saya ogah. Ga mau majunya tapi mau hadiahnya. Hehe...
Karena saya harus bekerja dari hari senin- jum’at, ada kesempatan mengantar anak – anak sekolah hanya pada hari sabtu. Dan sekarang ada peraturan baru kalau orang tua tidak boleh menunggui anaknya di dalam lingkungan sekolah. Sebenarnya aturan seperti itu diapakai oleh hampir semua sekolah TK dan Playgroup, alasannya agar anak mandiri plus tidak ada konflik antara ibu dengan anak orang lain atau anak dengan ibu lain. Maksudnya pernah tidak sih ada ibu yang turut campur ketika anaknya bertengkar dengan temannya, alhasil pertengkaran berpindah dari antara anak dengan anak ke ibu dengan ibu...haha. Kalo di sekolah anak saya masih musim lo...xixixixi. Entah karena saking sayangnya sang ibu kepada anaknya atau saking protektifnya atau aalah namanya. Yang jelas karena anak saya hampir tidak punya teman bermain di rumah, teman – teman bermainnya hanya ada di sekolah, kadang saya biarkan saja mereka bertengkar dan saya melihat saja dari kejauhan. Menurut saya proses interaksi “bertengkar” merupakan salah satu proses pendewasaan pada anak. Betul ga sih? Anak saya tergolong anak yang pendiam, pada awalnya mas dan adek kalo berantem sama temannya hanya diam saja, kadang malah kabuuur....hahaha. tapi sekarang wah how amazing si mas, entah siapa yang mendidiknya(pura- pura lupa) berani melawan lo! Kalo enggak di dorong itu temannya atau dia dan ganknya kabur. Dan temannya ngaplo....hebattttt saya bilang. Kalo adek sih jarang rusuh dengan teman soalnya sampai sekarangpun adek belum punya teman. Sukanya masih main sendirian aja. Kadang saya masih berpikir keras metode apa ya yang harus saya terapkan kepada anak- anak saya, karena keduanya mengalami permasalahan yang sama yaitu kurang bisa beradaptasi. Keyakinan saya penyebabnya selain pola asuh saya dan bapaknya adalah karena kami tidak punya halaman bermain. Halaman bermain kami adalah trotoar, lha tentu saja saya ketsayatan kalau anak saya berkeliaran di pinggir jalan. Hasilnya televisi dan game onlinelah yang menemani keseharian mas dan adek kalo ada waktu senggang. Berbeda dengan teman – temannya yang rata- rata ayah ibunya berdagang. Tempat bermain mereka adalah pasar, sedangkan di pasar banyak sekali anak- anak bermain sekedar berlarian kesana kemari. Bahkan ada beberapa dari saudara saya yang bilang kalo anak- anak yang dibesarkan di pasar, banyak yang terbentuk menjadi anak- anak yang pemberani,mandiri.

Sekarang ketika hari sabtu tiba, rasanya saya sangatlah bersemangat untuk mengantar ke sekolah. Tetapi lain dengan tanggapan anak – anak, mereka sudah besar sekarang jadi kadang tidak mau ditemani di sekolah. “buk, ga boleh nganter ke sekolah lo! Saya berangkat sendiri aja ya.”  Oke...katsaya. Kadang seperti tak ingin melepas mereka sendiri, saya tetap mengikuti mereka di belakang kemudian menghilang ketika mereka sudah sampai di pintu gerbang. Kadang – kadang pula ketika istirahat saya sempatkan sekedar melihat mereka bermain dari balik pagar, atau beralasan mengantarkan kue untuk mereka. Betapa dalam lubuk hati saya rindu manja anak- anak dan meminta saya untuk menemani mereka di dalam kelas...hehe, aneh ya...semacam galau. Tidak tahu bagaimana lagi perasaan saya ketika anak – anak tumbuh lebih dari sekedar sekarang nantinya. Akankah mereka melupakan saya atau tidak memerlukan saya lagi? Ahhhh....betapa kegalauan itu terkadang hadir tapi tak bisa saya ungkapkan. Kalau mereka sudah tertidur dan ketika mata saya tak bisa terpejam, saya pandangi mereka satu persatu. Basah pipi saya kalau melihat dan memikirkan akan seperti apakah mereka kelak? Apakah seperti yang saya impikan? Bukankah itu juga terlalu egois, sebagai orang tua hanyalah tempat Tuhan menitipkan amanahnya dan tidak memiliki hak apapun atas mereka. Sebagai orang tua hanya wajib menjaga amanah ini hingga mampu tumbuh dengan baik tanpa berhak membentuk mereka semau dan seingin saya. Apalagi berharap jika kita telah lanjut usia, anak- anak akan gantian menjaga kita....kita sebagai orang tua tidak punya hak atas mereka, kecuali dengan kesadaran mereka sendiri menjaga kita sampai menutup mata. Bahkan dalam doa saya berharap jika kelak saya telah lanjut, tidak akan merepotkan mereka anak- anak saya. Entahlah....
Dengan bekal kegalauan yang saya rasakan, pada akhirnya saya menyadari kenapa ibu saya selalu dengan setia membuatkan teh hangat untuk adik saya sebelum dia berangkat kerja. Atau bahkan sepiring sarapan yang tersedia di meja tanpa adik saya memintanya. Lantas kenapa ibu saya masih saja mencuci dan menyeterika baju adik saya kadang kala, padahal kalau dilihat dari usianya adik saya sudah sangat cukup dewasa. Apakah ini merupakan salah satu wujud kegalauan ibu saya? Mungkin saja. Sama dengan kegalauan saya ketika harus meninggalkan anak- anak di sekolah tanpa kehadiran saya di balik pagar.
Sekarang saya mendidik diri saya untuk memahami betapa proses kehidupan ya seperti itulah adanya, tidak perlu kita mengatur seperti apa kita atau anak anak kita nanti....semuanya akan berjalan sesuai dengan skenarioNya. Hanya saja ada benda dalam tubuh kita ini yang dinamakan otak yang gunanya adalah agar kita mampu berpikir mana yang benar dan mana yang salah. Dan ada pula sebuah kalam, bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib kaumnya melainkan dengan usahanya sendiri....sungguh misteri. Percaya atau tidak semuanya telah membawa takdirnya sendiri – sendiri...termasuk anak – anak kita.
Hanya saja (masih galau) saya tidak bisa membayangkan pada suatu hari nanti ketika saya benar- benar membutuhkan anak- anak saya, akan tetapi mereka tak bisa memenuhinya. Dan kemudian mereka melupakan saya begitu saja.  Atau mereka sedang ribut soal warisan, padahal saya masih segar bugar. Ah semoga saja tidak...harapan saya! Betapa tidak saya berpikiran seperti itu, ketika di sepanjang jalan kadang saya melihat orang tua yang masih saja bekerja, orang- orang tua yang terlunta – lunta hidupnya, di trotoar, emperan toko, bahkan orang tua yang mengorek – korek sampah mencari plastik atau botol yang bisa dijual. Sedih...pertanyaan yang muncul pertama pastilah Dimana anak – anak mereka? Kenapa setua itu masih dibiarkan bekerja? Meskipun pertanyaan itu berkecamuk di otak saya, namun tidak pernah ada keberanian untuk bertanya, saya hanya bisa melihatnya saja. Bibir saya terkunci....biarlah hanya jadi misteri. Sekarang saya tinggal menunggu detik ketika anak – anak saya akan berkata; Ibu, saya sudah besar.........

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bapak dan ceritanya



Pembicaraan kami malam ini mengenai paradigma, kemudian mengalir seperti air sampai membahas pemilihan umum pada masa orde baru. Ketika itu bapak masih sangatlah muda saat orde baru dengan golkarnya jaya raya. Golkar dulu kalo kampanye sukanya membagikan gambar – gambar partainya pakek pesawat, katanya bapak. Siapa dulu yang berani sama golkar? Ga’ ada! Kalaupun ada ya mati, kalau  ga mati ya masuk penjara, lanjutnya.
Hampir tiap malam sebelum kami semua masuk ke kamar masing- masing selalu disempatkan untuk sekedar bercerita tentang kesibukan kami seharian ini, atau sekedar nggosip ulah tetangga yang aneh, saudara yang tamak dan ceceran kisah kehidupan. Bapak dan ceritanya kadang memberikan semangat dalam diriku untuk terus berusaha menjadi orang baik, bisa menempatkan diri. Nasehat yang selalu didengungkan untukku adalah “sinok” (panggilan untuk anak gadis di daerah jawa tengahan) dalam hidup harus sabar seperti ibuk dan berani menghadapi hidup dengan segala resikonya seperti bapak.
Perjuangan bapak tidaklah mudah. Berawal dari seorang yang ingin maju dan mandiri hanya bermodalkan kemauan keras. Bapak hijrah dari kota kecil tempat kelahirannya yg juga tempat kelahiranku Kendal, Jawa Tengah ke kota kediri. Niat pertama yang tersirat adalah untuk menimba ilmu di pondok pesantren lirboyo. Ya...sambil kuliah di yayasan lirboyo tentunya. Yang kemudian hatinya terjatuh pada seorang dara cantik anak penjual nasi tumpang pecel di sebelah kampusnya, ya dialah ibuku. Ibuku yang masa mudanya dihabiskan untuk membantu nenek berjualan nasi, tanpa bisa merasakan getar dan gairah muda. Dan nenekku adalah seorang pejuang sejati. Betapa tidak, beliau adalah janda dengan 7 orang anak. Dan anaknya yang terakhir adalah ibuku. Ibuku masih berusia 6 bulan (dlm kandungan) ketika kakekku meninggal. Wow.....
Cita – cita bapak adalah mendirikan pesantren atau pusat pendidikan islam di kampung, tepat di atas tanah yang diwariskan kepadanya. Tapi sampai sekarang cita- cita itu masih berhenti di titik angan- angan. Meskipun sebenarnya bapak sudah menjadi guru dan kiai di dalam pesantren keluarga, yang jumlah santrinya dulu hanya 3 orang kemudian berkembang menjadi 5 orang dan terakhir berkembang menjadi 8 orang. Tentu saja dua diantaranya adalah uwais dan waya anakku yang menjadi santri paling setia dan jahil.
Sepertinya sudah sampai pada titik tertinggi titik kehidupan bapak, meskipun cita – citanya hanya sampai pada angan- angan....apalagi yang dicari, anak2 yg sehat dan baik, cucu yg lucu dan pintar. Perfect life...tapi siapalah yang tahu gejolak dalam hati sang bapak....ya siapa yang tahu?
Bapak di hari tuanya mungkin tidak ada hal yang paling membahagiakannya selain saat – saat kami semua berkumpul dan mendengarkan ceritanya.
Bapak di hari tuanya mungkin tidak ada hal yang paling membahagiakan dalam hidupnya selain kami anak- anaknya senantiasa bangga terhadap kisah hidupnya.
Dan hari ini pasti tidak ada yang mengucapkan "Selamat hari Bapak" maka ya aku sajalah yang mengucapkannya. Bukan maksudnya tidak mengucapkannya untuk Ibu lho...haha....


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

indahnya hujan


dalam hujan kutemukan rindu....
rindu yang tak mampu kusampaikan
rindu yang tak mampu kuterjemahkan
dalm hujan kutemukan cinta...
cinta yang tak mampu kusampaikan
cinta yang tak mampu kuterjemahkan
dalam hujan kutemukan sebuah arti
arti di balik kesendirian
arti di balik kesepian
dalam hujan pula aku mampu sembunyikan
sembunyikan rasa dendam, amarah,benci
hujan pula yang menghapuskan segala luka di hati, tangis yang tak terlihat.....
(sebait kata - kata yang mewakili rasaku siang ini)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Terpenjara


Ketika tak cukup sudah amunisi yang tersedia, yang terlintas hanyalah tinggal satu kata "aku menyerah". aku memilih meninggalkan medan perang ini. aku sudah kibarkan bendera putih, sebagai tanda aku menyerah, dan berdamai saja. dalam kamus peperangan pihak yang telah mengibarkan bendera putih tidak bisa ditembak mati ataupun dilumpuhkan oleh lawan, tapi bisa juga dijadikan tawanan perang.
Selama ini kenapa aku merasa berperang? jawabannya karena memang selalu ada saja yang harus dihadapi meskipun sebenarnya aku tidak sedang berhadapan dengan musuh. kau bukan musuhku...bahkan kepadamulah aku menyerahkan hidup sebagai tawanan perang selama ini. kau bukan pula kawanku...karena kau tak pernah sepaham denganku, mendukungku apalagi memberikan jalan untukku. dipenjaramu ini aku bertahan cukup lama, semua perintah dan titahmu bagai seorang "raja" aku penuhi.
Kau buatkan aku sebuah penjara yang terbuat dari beton dan dengan daun pintu serta jendela jeruji besi bergerigi. kau buatkan aku sebuah penjara tanpa ventilasi hingga udara yang tersedia di ruangan ini berputar pada tempatnya, lembab!
Ketika malam aku terjaga, terpikirkan olehku untuk melarikan diri saja. Tapi lewat mana? ingin membuat lubang? menggunakan apa. tak secuil bendapun yang tersedia di ruang ini yang bisa kupakai berlari. sehingga melarikan diripun hanyalah sebagai mimpi dan angan tiap malam. kalau saja aku bisa melarikan diri, maka yang pertama aku lakukan adalah: berlari sekencang angin....dan menetap di sebuah pulau yang tak berpenghuni. Tak ada seorangpun akan mencari dan menemukanku, karena hanya ada aku dan kedamaianku.
Semakin aku berpikir keras untuk melarikan diri maka semakin nyenyaklah tidurku. karena hanya dalam mimpi saja aku berani berpikir untuk keluar dari penjara ini. tak jarang aku sampai bangun kesiangan, dan kalau sampai itu terjadi siraman air dingin dari penjaga penjaralah yang akan membangunkanku.Kecewa....ternyata rencana melarikan diri hanya sampai batas mimpi.
Teringat akan nasehat seorang teman bahwa sekali saja kamu harus keluar dari sebuah kotak, karena sebenarnya kotak itulah penjara bagimu.Benarkah? aku bertanya padamu, adakah perempuan yang begitu pasrah akan nasibnya sama dengan memenjarakan dirinya dalam banguan beton dan jeruji besi? adakah perempuan yang begitu mencintai keluarganya, dan siap melakukan apa saja demi kebahagiaan keluarganya adalah seseorang yang sedang terpenjara? 
Tiba- tiba alarmku berbunyi....dengan seribu pertanyaan yang menggantung di otakku, aku bawa bunga tidurku ke dunia nyata. Hari - hari akan berjalan seperti biasa dan aku harus berangkat kerja....


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Maaf Ya Bang



Aku menatapnya dari dalam jendela. Tatapan matanya rasa mencari – cari,” dimanakah pelangganku?” tersenyum dalam hatiku sepertinya bangga ketika kedatangan kita sangat dinantikan. Dulu sebelum aku tak lagi memperhitungkan ongkos perjalanan berangkat dan pulang kerja, aku berusaha menghemat ongkos perjalanan dengan naek angkot di terminal. Tapi hasilnya bukan ongkos yang bisa diirit, tetapi malah kepalau pusing dan kalau sudah pusing maunya makan enak terus... malah tekor! Sekarang tisdak perlu lagi kepalaku pusing- pusing karena harus masuk terminal tulungagung dan nunggu angkot lewat, rute perjalanan aku potong dan mengganti angkot dengan becak. Meskipun jatuhnya ongkos perjalanan lebih mahal yang penting kepalaku tidak pusing. Dan yang lebih penting aku bisa ikut apel pagi, males ada “polusi”(julukan yang aku dan temanku berikan pada seseorang yang suara dan wajahnya bikin perut mulas, mual trus muntah) di kantor!
Abang becak ini hapal betul wajah pelanggannya, setiap aku sudah berdiri di pintu bis siap- siap turun, dia slalu berteriak”mbaaaaaaaaaakkkkk” kesini mbak! Baru juga dua kali aku naek si abang becak sudah hapal betul. Tubuhnya kurus, napasnya pun seperti diburu, guratan guratan di wajahnya bicara bahwa dia sudah lama sekali mengayuh becak ini, mencoba memperbaiki nasib keluarganya atau mencari biaya untuk sekolah anak – anaknya. Becaknyapun ada beberapa bagian yang sudah “teyeng”. Kalo digenjot bunyi kreot- kreot! Dari 5.000 aku naikkan menjadi 7000, wuih betapa senyumnya merekah saat tarip biasanya aku naikkan. “makasih mbak!”
Maap ya bang saya juga pergi ke kota ini dalam rangka mencari nafkah, kebetulan temen ada yang bawa motor aku jadi jarang naek becakmu, kataku dalam hati. Semoga rejekimu akan mengalir dari kantong pegawai yang lain. Selamat bekerja bang!


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Duo Bad Boys



Kenapa dijuluki “bad boy” aku jg belum begitu paham. Dimataku, dua temanku ini adalah sosok pegawai yang bisa dikategorikan pegawai teladan tingkat “sedang”. Meskipun kalau seandainya dijadikan wakil lomba pegawai teladan...emmmm jelaslah tidak mungkin menjadi...”pemenang”..hehe.




Entah karena duo ini saking kesalnya pada bos atau saking terlalunya si “Bos”. Tony misalnya, jam kerjanya yang terkesan aneh dan tidak aku mengerti, di luar itu dia selalu mampu bersikap tegas dan bisa tuh kalo diajak rapat. Kerjanya ...wow...amazing! bisa diandalkan juga. Mungkin karena tidak begitu membutuhkan gaji, kata temen2 sih...maklumlah tony ini adalah seorang juragan loh dikampungnya.




Lain Tony lain pula Roni... Roni kalau dirangking masuk dijajaran pegawai yang rajin. Masuk tepat pada waktunya, pulangpun pada waktunya. Kalau mendapat tugas, mampu juga dilaksanakan dengan baik dan hasilnya...baguuuuus! tidak neko – neko dalam bertingkah. Atau setidaknya belumlah...karena mungkin Tuhan tahu, maka Roni tidak diberikan kesempatan untuk neko – neko dengan rejeki yang melimpah misalnya. Kalo tampangnya...lumayanlah (ini menurut selera perempuan kebanyakan). Meskipun habis habisan tiap hari dijadikan bahan guyonan, wow dia ga pernah marah...senyumnya selalu menggelegar...dengan modal kesadaran penuh bahwa bentuk persahabatan bisa lain dan terkadang aneh, roni menyadari inilah sahabatnya, tempatnya bercurah hati dan perasaan, berbagi suka maupun duka. Meskipun bayarannya tidak murah...mukanya(bkn dlm arti yg sebenarnya) hancur lebur “disengga’i” tiap hari.


Lalu dalam pikiranku dimanakah letak ke “bad boy-an” mereka? Tidak ada. Pada jam kerja Tony yang tidak lazim tapi tegas dalam bersikap? Atau pada Rony yang selalu siap di saat dibutuhkan? Apakah itu bisa disebut “bad boy”?

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Rinai Hujan


Pagi ini tampak lebih indah dibandingkan pagi pagi sebelumnya. Satu hal yang jelas adalah karena hari ini aku tidak masuk kerja. Hehe...jangan dicontek yah! Dengan dalih dalam rangka turut mensukseskan program pemerintah pendataan penduduk secara terintegrasi( makanan apa ya). Program e- ktp gitu loh kerennya.
Its perfect morning. Aku sudah siap, anak anak juga sudah siap...then antar ke sekolah! Tunggu satu jam lagi baru berangkat ke kecamatan. Sambil nunggu iseng- iseng nulis bahan buat blog. Taraaaa.... inilah dia tulisanku yang melenceng dari judulnya. Ups...temanya pagi ini adalah hujan rintik rintik, udara yg dingin...secangkir teh hangat dan sepiring mi goreng buatanku sendiri. Duduk di depan toko sambil memandang jauh ke jalan....merenungi kesibukan orang2 berlalu lalang memakai seragam batik. Memakai seragam batik ya...karena ini hari kamis. Tertawa dalam hati, seperti menertawakan diri sendiri..ya seperti itu pulalah aku di hari kamis.
Kota kediri serasa sejuuuk sekali. Jari jari ketik mengetik (bahasa apa ini) dan sebentar sebentar menyeruput teh hangat. Tidak ada yang lebih menyenangkan dan membuat hari serasa bersemangat..(bersemangat tidur maksudnya...hehe) slain udara sejuk, kicauan burung dan rintik hujan. Siapapun pasti akan malas berangkat kerja, sekolah apalagi ke pasar...becek cyin!
Rinai hujan pagi ini mengilhami bahwa perlu juga sekali- sekali meliburkan diri, refresh.... hingga esok bisa kembali bekerja dengan otak yang lebih cemerlang dan negara ga rugi membayar mahal tenaga kita. Selamat bekerja buat yg bekerja dan selamat berlibur untuk wilayah kota kediri kecamatan mojoroto....
Rinai hujan pagi ini...begitu menenangkan!

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS