Aku menatapnya dari dalam jendela. Tatapan matanya rasa mencari – cari,” dimanakah pelangganku?” tersenyum dalam hatiku sepertinya bangga ketika kedatangan kita sangat dinantikan. Dulu sebelum aku tak lagi memperhitungkan ongkos perjalanan berangkat dan pulang kerja, aku berusaha menghemat ongkos perjalanan dengan naek angkot di terminal. Tapi hasilnya bukan ongkos yang bisa diirit, tetapi malah kepalau pusing dan kalau sudah pusing maunya makan enak terus... malah tekor! Sekarang tisdak perlu lagi kepalaku pusing- pusing karena harus masuk terminal tulungagung dan nunggu angkot lewat, rute perjalanan aku potong dan mengganti angkot dengan becak. Meskipun jatuhnya ongkos perjalanan lebih mahal yang penting kepalaku tidak pusing. Dan yang lebih penting aku bisa ikut apel pagi, males ada “polusi”(julukan yang aku dan temanku berikan pada seseorang yang suara dan wajahnya bikin perut mulas, mual trus muntah) di kantor!
Abang becak ini hapal betul wajah pelanggannya, setiap aku sudah berdiri di pintu bis siap- siap turun, dia slalu berteriak”mbaaaaaaaaaakkkkk” kesini mbak! Baru juga dua kali aku naek si abang becak sudah hapal betul. Tubuhnya kurus, napasnya pun seperti diburu, guratan guratan di wajahnya bicara bahwa dia sudah lama sekali mengayuh becak ini, mencoba memperbaiki nasib keluarganya atau mencari biaya untuk sekolah anak – anaknya. Becaknyapun ada beberapa bagian yang sudah “teyeng”. Kalo digenjot bunyi kreot- kreot! Dari 5.000 aku naikkan menjadi 7000, wuih betapa senyumnya merekah saat tarip biasanya aku naikkan. “makasih mbak!”
Maap ya bang saya juga pergi ke kota ini dalam rangka mencari nafkah, kebetulan temen ada yang bawa motor aku jadi jarang naek becakmu, kataku dalam hati. Semoga rejekimu akan mengalir dari kantong pegawai yang lain. Selamat bekerja bang!
0 komentar:
Posting Komentar